QANUN KABUPATEN ACEH BESAR
NOMOR : 8 TAHUN 2009
TENTANG
PEMERINTAHAN MUKIM
DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA
BUPATI ACEH BESAR
Menimbang :a. bahwa dengan
diakuinya keistimewaan Aceh sebagai kesatuan masyarakat hukum yang diberikan
wewenang khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan serta
kepentingan masyarakat setempat diperlukan pengaturan mengenai tugas, fungsi
dan wewenang pemerintahan Mukim dalam penyelenggaraan pemerintahan kemukiman
secara demokratis dan partisipatif berlandaskan sejarah dan adat yang telah
berakar dalam sistem sosial budaya masyarakat Aceh secara turun temurun;
b. bahwa Mukim
telah memiliki peranan yang sangat penting dalam perjuangan revolusi
kemerdekaan Aceh pada khususnya dan bangsa serta negara Indonesia pada umumnya,
sehingga perlu diperkuat eksistensinya dalam struktur pemerintahan Aceh sesuai
dengan kedudukan dan kewenangan Mukim sebagai pemerintahan adat yang dibentuk
melalui gabungan (federasi) Gampong;
c. bahwa
untuk melaksanakan tujuan dan maksud tersebut dan guna melaksanakan secara
efektif UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh perlu diatur suatu
Qanun Kabupaten tentang Pemerintahan Mukim sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang
Pemerintahan Aceh.
Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286);
2.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4355);
3.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 53,Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389);
4.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4437);
5.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438);
6.
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan
Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4633);
7.
Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Pembentukan Qanun;
8.
Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008 tentang Lembaga Adat.
Dengan persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
KABUPATEN ACEH BESAR
DAN
BUPATI ACEH BESAR
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : QANUN KABUPATEN ACEH BESAR TENTANG
PEMERINTAHAN MUKIM.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Qanun ini yang
dimaksud dengan :
- Kabupaten Aceh Besar adalah bagian dari Daerah
Propinsi sebagai suatu Kesatuan Masyarakat Hukum yang di beri kewenangan
khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintahan dan
kepentingan Masyarakat setempat sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan
dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang dipimpin oleh
seorang Bupati;
- Pemerintah Daerah Kabupaten yang selanjutnya disebut
Pemerintah Kabupaten Aceh Besar adalah Unsur Penyelenggara Pemerintahan
Daerah Kabupaten yang terdiri atas Bupati dan Perangkat Daerah Kabupaten
Aceh Besar;
- Bupati adalah Kepala Pemerintah Daerah Kabupaten
Aceh Besar yang di pilih melalui suatu proses Demokratis yang dilakukan
berdasarkan Azas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil;
- Wakil Bupati adalah Wakil Kepala Pemerintah Daerah
Kabupaten Aceh Besar yang dipilih melalui suatu proses Demokratis yang
dilakukan berdasarkan Azas Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil;
- Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten yang selanjutnya
disebut DPRK adalah Unsur Penyelenggara Pemerintahan Daerah Kabupaten Aceh
Besar yang Anggotanya di pilih melalui Pemilihan Umum;
- Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten
Aceh Besar;
7.
Qanun kabupaten adalah
peraturan perundang-undangan sejenis peraturan daerah kabupaten yang mengatur
penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan masyarakat kabupaten di Aceh;
8.
Kecamatan adalah suatu
wilayah kerja camat sebagai perangkat pemerintah kabupaten dalam
penyelenggaraan pemerintahan kecamatan yang dipimpin oleh camat;
9.
Mukim adalah kesatuan
masyarakat hukum di bawah Kecamatan yang terdiri atas gabungan beberapa Gampong
yang mempunyai batas wilayah tertentu yang dipimpin oleh Imeum Mukim dan berkedudukan
langsung di bawah Camat;
10. Harta Kekayaan Mukim adalah harta kekayaan yang dikuasai
oleh Mukim yang ada pada waktu pembentukan Gampong atau nama lain dan tidak
diserahkan kepada Gampong serta sumber pendapatan lainnya yang sah;
11. Gampong atau nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum
yang berada di bawah mukim dan dipimpin oleh keuchik atau nama lain yang berhak
menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri;
12. Tanah Ulayat adalah tanah yang berada dalam wilayah Mukim
yang dikuasai dan diatur oleh Hukum Adat;
13. Hukum Adat adalah norma hukum yang bersumber dari adat
istiadat yang hidup dan berkembang dalam masyarakat kemukiman setempat yang bersifat
mengikat dan menimbulkan akibat hukum;
14. Musyawarah Mukim adalah permusyawaratan dan permufakatan
dalam berbagai kegiatan adat, pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan yang
dihadiri oleh para Keuchik, lembaga-lembaga adat dan para pemimpin agama yang
dipimpin oleh Imeum Mukim;
15. Penyelesaian persengketaan adat Mukim adalah
permusyawaratan dalam proses penyelesaian berbagai perkara adat, perselisihan
antar penduduk atau sengketa-sengketa di bidang hukum adat dalam kemukiman yang
dilaksanakan oleh Imeum Mukim dan Tuha Peuet Mukim;
16.
Imeum Mukim adalah Kepala
Pemerintahan Meukim;
17. Imeum Chiek adalah imam mesjid di tingkat Mukim yang
memimpin kegiatan-kegiatan masyarakat di Mukim yang berkaitan dengan bidang
agama dan pelaksanaan syariat islam;
18. Tuha Peut Mukim atau nama lain adalah kelengkapan lembaga
mukim yang terdiri dari unsur ulama, tokoh adat, pemuka masyarakat dan cerdik
pandai;
19. Tuha Lapan adalah lembaga adat pada tingkat mukim dan
gampong yang berfungsi membantu imeum mukim dan geuchik gampong;
20. Keuangan Mukim
adalah semua hak dan kewajiban Mukim yang dapat dinilai dengan uang, serta
segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik
mukim berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut;
21. Hak-hak
dasar masyarakat adalah hak-hak asasi manusia sebagaimana yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB II
KEDUDUKAN,
TUGAS, FUNGSI DAN WEWENANG MUKIM DALAM
STRUKTUR PEMERINTAHAN
ACEH
Pasal 2
Mukim berkedudukan sebagai
institusi pemerintahan adat di bawah Kecamatan yang membawahi gabungan
(federasi) dari beberapa Gampong dalam struktur kemukiman setempat untuk menyelenggarakan
pemerintahan Mukim dalam rangka mewujudkan kesejahteraan dan kehidupan
berdemokrasi dalam wilayah kemukiman, melestarikan adat beserta adat istiadat
setempat, melindungi fungsi ekologi dan Sumber Daya Alam (SDA) sesuai dengan kesadaran, aspirasi dan
kebutuhan masyarakat dalam Gampong yang bergabung dalam struktur kemukiman.
Pasal 3
Mukim mempunyai tugas
menyelenggarakan pemerintahan kemukiman, melaksanakan pembangunan, melindungi adat dan adat istiadat, membina dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat kemukiman dan meningkatkan kualitas
pelaksanaan syari’at Islam.
Pasal 4
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal
3, Mukim mempunyai fungsi:
a.
Penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan adat, asas
desentralisasi maupun asas dekonsentrasi dan tugas pembantuan (medebewind) serta segala urusan
pemerintahan lainnya yang berada di Mukim;
b.
Pelaksanaan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan
dan kehidupan berdemokrasi secara berkeadilan yang inklusif di Mukim;
c.
Peningkatkan kualitas pelaksanaan Syari’at Islam,
kehidupan beragama, kerukunan hidup beragama dan antarumat beragama di
kemukiman;
d.
Pembinaan dan fasilitasi kemasyarakatan di bidang
pendidikan, peradatan, sosial budaya, perlindungan hak-hak dasar, ketenteraman dan ketertiban masyarakat di
kemukiman;
e.
Penyelesaian persengketaan adat di kemukiman;
f.
Pengawasan fungsi ekologi dan pengelolaan Sumber Daya
Alam (SDA) di kemukiman.
Pasal 5
(1) Kewenangan Mukim
dalam Qanun ini meliputi:
a.
Kewenangan yang sudah ada
berdasarkan hak asal usul Mukim dan ketentuan adat serta adat istiadat;
b.
Kewenangan yang diberikan
berdasarkan peraturan perundang-undangan;
c.
Kewenangan yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan belum menjadi/belum dilaksanakan oleh
Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten/kota, Pemerintah Kecamatan;
d.
Kewenangan Pelaksanaan
tugas pembantuan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Aceh, Pemerintah kabupaten,
dan Pemerintah Kecamatan;
e.
Kewenangan pengawasan fungsi
ekologi dan pengelolaan sumber daya alam (SDA) di kemukiman.
(2) Tugas pembantuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d disertai dengan pembiayaan,
sarana/prasarana serta personalia yang melaksanakan.
(3) Pemerintah Mukim
berhak menolak pelaksanaan tugas pembantuan yang tidak disertai dengan
pembiayaan, sarana/prasarana serta personalia yang melaksanakan.
BAB III
en dan kecamatan wajib melakukan
supervisi dan memfasilitasi sarana dan prasarana yang diperlukan dalam
penyusunan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi perencanaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk mengefektifkan pelaksanaan perencanaan
pemerintahan Mukim sebagai satu kesatuan sistem perencanaan pembangunan kabupaten;
(6)
Substansi, mekanisme dan tata cara penyusunan perencanaan
Mukim diatur lebih lanjut melalui Qanun Kabupaten berpedoman pada Qanun Aceh yang
mengatur sistem perencanaan;
(7)
Pengaturan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) memuat
materi antara lain:
a.
Ruang lingkup wewenang dan materi perencanaan Mukim;
b.
Kedudukan perencanaan Mukim dalam sistem perencanaan
Kabupaten;
c.
Prosedur dan mekanisme penyusunan perencanaan;
d.
Mekanisme pelibatan rakyat dalam perencanaan Mukim;
e.
Monitoring dan evaluasi dalam tindak lanjut perencanaan
Mukim.
BAB VI
HARTA KEKAYAAN, PENDAPATAN
MUKIM DAN
ANGGARAN PENDAPATAN DAN
BELANJA MUKIM (APBM)
Pasal 28
(1)
Harta kekayaan Mukim
adalah harta kekayaan yang telah ada, atau yang kemudian dikasai Mukim, berupa
hutan, tanah, batang air, kuala, danau, laut, gunung, paya, rawa dan lain-lain
yang menjadi ulayat Mukim sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
(2)
Jenis jumlah kekayaan Mukim
harus diinventarisaikan dan didaftarkan serta pemanfaatannya diatur oleh Bupati
berdasarkan atas kesepakatan Musyawarah Mukim;
(3)
Pengawasan terhadap harta
kekayaan Mukim dilakukan oleh Tuha Peuet Mukim;
(4)
Pendapatan yang bersumber
dari harta kekayaan Mukim sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dibagi
secara proporsional antara Mukim dan Gampong didasarkan atas prinsip
keseimbangan kemampuan antargampong dengan tujuan pemerataan kemampuan
antargampong dalam kemukiman;
(5)
Pembagian pendapatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dilakukan atas dasar kesepakatan antara
Mukim dan Gampong serta gabungan Gampong dalam kemukiman setempat dan diatur
melalui Peraturan Mukim.
Pasal 29
(1)
Pendapatan Mukim terdiri
dari:
a.
Pendapatan sendiri yang
diperoleh dari hasil kekayaan Mukim;
b.
Hasil-hasil dari tanah
meusara yang dikuasai Mukim;
c.
Prosentase tertentu APBD
Kabupaten yang dialokasikan kepada Mukim;
d.
Uang adat; dan
e.
Bantuan dan sumbangan
pihak lain yang sah dan tidak mengikat.
(2)
Pendapatan Mukim sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikelola melalui anggaran pendapatan dan belanja mukim
(APBM) yang disusun oleh imeum Mukim dengan persetujuan Tuha Peuet Mukim.
(3)
Besarnya alokasi anggaran
dari APBD Kabupaten sebagaimana disebutkan dalam ayat (1) diatur lebih lanjut
melalui Qanun Kabupaten.
Pasal 30
(1)
Pendapatan Mukim sebagaimana
dimaksud pada pasal 29, dipergunakan untuk kepentingan kelancaran
penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan
kemasyarakatan, pelaksanaan keistimewaan Aceh, perlindungan fungsi ekologi dan
Sumber Daya Alam (SDA) dan peningkatan kesejahteraan masyarakat kemukiman;
(2)
Tatacara pengelolaan dan
penggunaan pendapatan Mukim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dan di tetapkan
dalam Musyawarah Mukim serta dituangkan dalam Peraturan Mukim.
Pasal 31
(1)
Sumber pendapatan Mukim
yang sudah dimiliki dan dikelola oleh Mukim tidak boleh dipungut atau
diambil alih oleh Pemerintah yang lebih tinggi;
(2)
Pengaturan lebih lanjut
mengenai sumber pendapatan Mukim sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
melalui Peraturan Bupati;
(3)
Peraturan Bupati
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) memuat materi antara lain:
a.
Jenis-jenis pendapatan
asli Mukim sesuai dengan potensi dan kondisi setempat;
b.
Jenis-jenis kekayaan Mukim;
c.
Pengurusan dan pengembangan
sumber pendapatan Mukim;
d.
Pengawasan terhadap sumber
pendapatan Mukim.
(4)
Sumber pendapatan Mukim
dikelola melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Mukim;
(5)
Anggaran Pendapatan Mukim
terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja dan pembiayaan;
(6)
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Mukim disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan
kemampuan pendapatan mukim;
(7)
Pemerintah kabupaten
menyusun pedoman yang dipergunakan oleh pemerintah Mukim untuk menyusun rencana
kerja pemerintah Mukim dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan
penyelenggaraan pemerintahan Mukim untuk menyejahterakan dan memberdayakan
rakyat Mukim;
(8)
Dalam hal anggaran
diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit
tersebut dalam Peraturan Mukim tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Mukim.
(9)
Dalam hal anggaran
diperkirakan surplus, ditetapkan penggunaan surplus tersebut dalam Peraturan Mukim
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Mukim.
Pasal 32
(1)
Sumber pendapatan kabupaten yang ada di Mukim, baik pajak
maupun retribusi yang telah dipungut oleh Pemerintah Kabupaten, tidak boleh ada
pungutan tambahan oleh Mukim;
(2)
Pemerintah Kabupaten wajib memberikan bagian atas sumber
pendapatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada Mukim dengan pembagian
secara proporsional, layak dan adil yang diatur melalui Peraturan Bupati.
Pasal 33
(1)
Imeum Mukim menyampaikan kebijakan umum Anggaran
Pendapatan dan Belanja Mukim tahun berikutnya sejalan dengan Rencana Kerja
Pemerintah Mukim, sebagai landasan penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Mukim kepada Tuha Peuet Mukim selambat-lambatnya pertengahan bulan Juni
tahun berjalan;
(2)
Tuha Peuet Mukim membahas kebijakan umum Anggaran
Pendapatan dan Belanja Mukim dalam musyawarah Tuha Peuet Mukim;
(3)
Berdasarkan kebijakan umum Anggaran Pendapatan dan
Belanja Mukim yang telah disepakati bersama dengan Tuha Peuet Mukim, Keuchik
bersama dengan Tuha Peuet Mukim membahas prioritas dan plafon anggaran
sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap unsur perangkat mukim;
(4)
Keuangan Mukim dikelola secara tertib, taat pada norma
hukum, efisien, ekonomis, efektif, transparan, berorientasi hasil, bertanggung
jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan;
(5)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Mukim, Perubahan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Mukim, dan pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Mukim setiap tahun diatur melalui Peraturan Mukim;
(6)
Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang
menjadi kewajiban Mukim dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Mukim;
(7)
Surplus penerimaan Mukim dapat digunakan untuk membiayai
pengeluaran Mukim tahun anggaran berikutnya;
(8)
Tahun anggaran meliputi masa 1 (satu) tahun, mulai dari
tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.
Pasal 34
(1)
Dalam rangka penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Mukim, pimpinan setiap unsur perangkat mukim selaku pengguna anggaran
menyusun rencana kerja dan anggaran unsur perangkat mukim;
(2)
Rencana kerja unsur perangkat Mukim disusun dengan
pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai ;
(3)
Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) disertai prakiraan (estimasi) belanja untuk tahun berikutnya setelah
tahun anggaran yang sudah disusun;
(4)
Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan (2) disampaikan kepada Tuha Peuet Mukim untuk dibahas dalam
musyawarah Tuha Peuet dengan melibatkan unsur rakyat mukim secara langsung;
(5)
Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan
kepada Imeum Mukim sebagai bahan penyusunan
Rancangan Peraturan tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Mukim tahun
berikutnya;
(6)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja
dan anggaran setiap unsur perangkat mukim diatur dengan Peraturan Mukim.
Pasal 35
(1)
Menjelang tahun anggaran baru, Bupati memberikan pedoman
tentang Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Mukim kepada Pemerintah
Mukim dan Tuha Peuet Mukim;
(2)
Pemerintah mukim mengajukan Rancangan Peraturan tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Mukim, disertai penjelasan atau dokumen-dokumen
pendukungnya kepada Tuha Peuet Mukim pada minggu pertama bulan Oktober tahun
sebelumnya;
(3)
Pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Mukim dilakukan sesuai peraturan yang berlaku;
(4)
Tuha Peuet Mukim dapat mengajukan usul yang mengakibatkan
perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Peraturan tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Mukim;
(5)
Pengambilan keputusan oleh Tuha Peuet Mukim mengenai
Rancangan Peraturantentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Mukim dilakukan
selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
dilaksanakan;
(6)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Mukim yang disetujui
terinci sampai dengan satuan perangkat dan kelembagaan Mukim, fungsi, program,
kegiatan dan jenis belanja;
(7)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Mukim sebagaimana
dimaksud dalam ayat (6) diatur setiap tahun anggaran dengan Peraturan Mukim
selambat-lambatnya 1 (satu) bulan
setelah diundangkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah Kabupaten;
(8)
Apabila Tuha Peuet Mukim tidak menyetujui Rancangan Peraturan
Mukim sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), untuk membiayai keperluan setiap
bulan Pemerintah Mukim dapat melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya
sebesar angka Anggaran Pendapatan dan Belanja Mukim tahun anggaran sebelumnya.
Pasal 36
(1)
Setelah Anggaran Pendapatan dan Belanja Mukim diatur
dalam Peraturan Mukim, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan
Imeum Mukim.
(2)
Pengeloaan keuangan dilaksanakan oleh bendaharawan Imeum
Mukim yang diangkat dan diberhentikan oleh Imeum Mukim dengan persetujuan Tuha
Peuet Mukim.
(3)
Imeum Mukim menyusun Laporan Realisasi Semester Pertama
Anggaran Pendapatan dan Belanja Mukim dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya.
(4)
Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan
kepada Tuha Peuet Mukim selambat-lamabatnya pada akhir Juli tahun anggaran yang
bersangkutan, untuk dibahas bersama antara Keuchik dan Tuha Peuet Mukim.
(5)
Penyesuaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Mukim dengan
perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama antara Keuchik dan Tuha
Peuet Mukim dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas Anggaran
Pendapatan dan Belanja Mukim tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi:
a.
Perkembangan kebutuhan sosial ekonomi yang tidak sesuai
dengan asumsi yang digunakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Mukim;
b.
Perubahan pokok-pokok kebijakan keuangan Mukim;
c.
Keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran
anggaran antar satuan perangkat dan kelembagaan Mukim, antar kegiatan dan antar
jenis belanja;
d.
Keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun
sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan.
(6)
Dalam keadaan darurat dan/atau dalam hal terjadi keadaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) pemerintah Mukim dapat melakukan pengeluaran
yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam Rancangan
Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Mukim dan/atau disampaikan dalam
Laporan Realisasi Anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Pemerintah Kabupaten.
(7)
Imeum Mukim mengajukan Rancangan Peraturan Mukim tentang Perubahan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Mukim tahun anggaran yang bersangkutan berdasarkan
alasan perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) untuk mendapatkan
persetujuan Tuha Peuet Mukim sebelum tahun anggaran berakhir.
Pasal 37
(1)
Imeum Mukim menyampaikan Rancangan Peraturan tentang
Pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran pendapatan dan Belanja Mukim kepada
Tuha Peuet Mukim berupa laporan keuangan paling lama 6 (enam) bulan setelah
tahun anggaran berakhir;
(2)
Keuangan Mukim yang bersumber dari alokasi anggaran
Pemerintah, Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten selain
dipertanggungjawabkan kepada Tuha Peuet Mukim sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) juga harus dipertanggungjawabkan kepada Bupati melalui Camat;
(3)
Camat memfasilitasi penyusunan sistem analisis kinerja
dalam pengelolaan anggaran dan penyelenggaraan pemerintahan Mukim;
(4)
Laporan keuangan dimaksud sekurang-kurangnya meliputi
Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Mukim, Laporan Arus Kas, dan
Catatan atas Laporan Keuangan yang dilampiri dengan Laporan Keuangan badan
usaha yang dikelola oleh Mukim serta lembaga-lembaga lainnya;
(5)
Pengaturan lebih lanjut mengenai Anggaran Pendapatan dan
Belanja Mukim diatur dengan Peraturan Bupati;
(6)
Peraturan Bupati sebagaimana dimaksud dalam ayat (5)
memuat materi antara lain:
a.
Tata cara dan mekanisme penyusunan anggaran;
b.
Tata kelola keuangan mengacu pada peraturan
perundang-undangan yang berlaku di bidang keuangan negara dan perbendaharaan
negara;
c.
Persyaratan pengangkatan bendaharawan Mukim;
d.
Tata cara pembahasan anggaran dan penetapan anggaran;
e.
Tata cara perubahan anggaran sebagai pelaksanaan tekhnis
dari Qanun ini;
f.
Tata cara perhitungan anggaran;
g.
Mekanisme dan bentuk pertanggungjawaban keuangan;
h.
Sistem analisis kinerja pengelolaan anggaran;
i.
Mekanisme pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran oleh
Tuha Peuet sebagai pelaksanaan tekhnis dari Qanun ini;
j.
Tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi.
BAB VII
KEANGGOTAAN, PERSYARATAN, TUGAS DAN FUNGSI TUHA PEUET MUKIM
Pasal 38
(1)
Unsur-unsur Tuha Peuet
Mukim terdiri dari:
a.
Tokoh Ulama;
b.
Tokoh masyarakat termasuk
pemuda dan perempuan;
c.
Pemuka adat;
d.
Cerdik pandai/cendekiawan.
(2)
Jumlah anggota Tuha Peuet
Mukim berjumlah ganjil dengan ketentuan paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 11 (sebelas)
orang yang ditentukan berdasarkan jumlah gabungan (federasi) Gampong sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi sosial budaya pada kemukiman setempat;
(3)
Dalam penyusunan
keanggotaan Tuha Peuet Mukim memperhatikan keterwakilan 30 % (tiga puluh per seratus)
dari anggota Tuha Peuet Mukim berasal dari kaum perempuan;
(4)
Masa jabatan anggota tuha
peuet Mukim adalah 5 (lima) tahun;
(5)
Pimpinan Tuha Peuet Mukim
diberikan, honorarium sesuai dengan kemampuan daerah;
(6)
Pemerintah Kabupaten mengalokasikan
anggaran untuk keperluan pendanaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) yang dialokasikan
melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Mukim;
(7)
Alokasi anggaran
sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) diatur lebih lanjut dalam Qanun Kabupaten.
Pasal 39
Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 11, berlaku
juga bagi calon anggota Tuha Peuet Mukim.
Pasal 40
(1)
Tuha Peuet Mukim dibentuk melalui musyawarah mukim
sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 Qanun ini;
(2)
Pengesahan pengangkatan Tuha Peuet Mukim dilaksanakan
oleh Bupati sebagaimana dimaksud dalam pasal
13 ayat (4).
Pasal 41
(1) Tuha Peuet Mukim sebagai badan permusyawaratan Mukim,
merupakan wahana untuk mewujudkan demokratisasi, keterbukaan, dan partisipasi rakyat dalam penyelenggaraan
pemerintahan Mukim;
(2) Tuha Peuet Mukim berkedudukan sejajar dan
menjadi mitra kerja dari Pemerintah Mukim dalam penyelenggaraan pemerintahan Mukim.
Pasal 42
(1)
Tuha Peuet Mukim mempunyai tugas dan fungsi sebagai
berikut:
a.
Meningkatkan kualitas pelaksanaan Syari’at Islam dan adat
beserta adat istiadat dalam masyarakat;
b.
Meningkatkan kualitas kehidupan beragama, kerukunan hidup
beragama dan antarumat beragama;
c.
Memelihara kelestarian adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan
dan budaya setempat yang memiliki asas manfaat;
d.
Melaksanakan fungsi legislasi, yaitu membahas/merumuskan
dan memberikan persetujuan atas pengundangan Imeum Mukim terhadap Peraturan Mukim;
e.
Melaksanakan fungsi anggaran, yaitu membahas/merumuskan
dan memberikan persetujuan terhadap Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Mukim sebelum diundangkan menjadi Anggaran Pendapatan dan Belanja Mukim;
f.
Melaksanakan fungsi pengawasan, yaitu meliputi pengawasan
terhadap pelaksanaan Peraturan Mukim, pelaksanaan peraturan serta kebijakan
lainnya dari Mukim;
g.
Melaksanakan fungsi pengawasan ekologi dan pengelolaan
Sumber Daya Alam (SDA) dalam kemukiman;
h.
Menampung dan menyalurkan aspirasi rakyat mukim kepada
Pemerintah Mukim;
i.
Mengawasi kinerja pemerintahan Mukim.
(2)
Pelaksanaan tugas dan fungsi-fungsi sebagaimana dimaksudk
dalam ayat (1) diatur lebih lanjut melalui Peraturan Tata Tertib Tuha Peuet
Mukim dengan memperhatikan pedoman umum yang diatur dalam Peraturan Bupati.
Pasal 43
(1)
Pimpinan Tuha Peuet Mukim
dipilih secara demokratis oleh dan dari anggota Tuha Peuet Mukim;
(2)
Rapat pemilihan Pimpinan Tuha Peuet Mukim untuk pertama
kalinya dipimpin oleh anggota yang tertua dan dibantu oleh anggota yang termuda.
Pasal 44
(1)
Pimpinan dan anggota Tuha
Peuet Mukim tidak diperbolehkan merangkap jabatannya dengan pemerintah Mukim;
(2)
Pelanggaran terhadap
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berakibat yang bersangkutan
dianggap mengundurkan diri dari salah satu jabatannya tersebut.
Pasal 45
(1)
Untuk kelancaran
pelaksanaan tugas dan fungsi Tuha Peuet Mukim dibentuk sekretariat Tuha
Peuet Mukim.
(2)
Sekretariat Tuha Peuet
Mukim sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipimpin oleh seorang sekretaris dan
bukan anggota Tuha Peuet Mukim, yang berada langsung dan bertanggung jawab
kepada Pimpinan Tuha Peuet Mukim.
(3)
Sekretaris Tuha Peuet
Mukim dapat dibantu oleh beberapa orang tenaga staf sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan Mukim.
(4)
Sekretaris dan tenaga staf
sekretariat Tuha Peuet Mukim tidak boleh dari unsur Perangkat Mukim.
Pasal 46
(1)
Pimpinan, anggota,
sekretaris dan tenaga staf sekretariat Tuha Peuet Mukim diberikan honorium
sesuai dengan kemampuan Daerah;
(2)
Honorium sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) besarnya diatur setiap tahun dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Mukim.
BAB VIII
KEDUDUKAN IMEUM MUKIM, IMEUM CHIEK, TUHA PEUET MUKIM
DAN PERANGKAT MUKIM
Pasal 47
(1)
Kepada Imeum Mukim, Imeum
Chiek, Tuha Peuet Mukim dan Perangkat Mukim diberikan penghasilan tetap setiap
bulannya sebesar sesuai dengan kemampuan Daerah, yang dianggarkan melalui
Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah Kabupaten pada setiap tahun;
(2)
Perincian mengenai jenis
penghasilan dan tunjangan yang akan diberikan kepada Imeum Mukim, Imeum Chiek,
Tuha Peuet Mukim dan Perangkat Mukim ditetapkan melalui Qanun Kabupaten.
BAB IX
KEBERADAAN TUHA LAPAN MUKIM DAN PERATURAN MUKIM
Pasal 48
(1)
Tuha Lapan Mukim dapat dibentuk pada tingkat Mukim sesuai
dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat.
(2)
Tuha lapan dipilh melalui musyawarah mukim.
(3)
Anggota Tuha Lapan terdiri dari unsur Tuha Peuet Mukim
dan unsur masyarakat yang mewakili bidang keahlian sesuai dengan kebutuhn
mukim.
(4)
Pengangkatan dan pemberhentian Tuha Lapan serta tugas dan
fungsinya ditetapkan dalam musyawarah mukim.
Pasal 49
(1)
Peraturan Mukim dibentuk berdasarkan pada asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang meliputi:
a.
Kejelasan tujuan;
b.
Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;
c.
Kesesuaian antara jenis dan materi muatan;
d.
Dapat dilaksanakan;
e.
Kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f.
Kejelasan rumusan; dan
g.
keterbukaan
(2)
Materi muatan Peraturan Mukim mengandung asas-asas:
a.
Pengayoman;
b.
Kemanusiaan;
c.
Kebangsaan;
d.
Kekeluargaan;
e.
Kenusantaraan;
f.
Bhineka tunggal ika;
g.
Keadilan;
h.
Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i.
Ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j.
Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
(3)
Selain asas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Peraturan
Mukim dapat memuat asas lain sesuai dengan substansi Peraturan Mukim yang
bersangkutan.
(4)
Pemerintah Mukim wajib memberdayakan masyarakat dalam
memberikan masukan baik secara lisan maupun tertulis dalam rangka penyiapan
atau pembahasan Rancangan Peraturan Mukim.
(5)
Persiapan, pembentukan, pembahasan dan pengesahan
rancangan Peraturan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(6)
Materi muatan Peraturan Mukim berisi materi yang
diperintahkan oleh Qanun Aceh dan Qanun Kabupaten sesuai dengan wewenang yang
dimiliki Mukim dalam struktur pemerintahan Aceh.
Pasal 50
(2)
Rancangan Peraturan Mukim dapat berasal dari Mukim atau
dari dari Tuha Peuet Mukim;
(3)
Apabila dalam satu masa sidang, Keuchik atau Tuha Peuet
menyampaikan Rancangan Peraturan Mukim mengenai materi yang sama, maka yang
dibahas adalah rancangan Peraturan Mukim yang disampaikan oleh Tuha Peuet,
sedangkan rancangan yang berasal dari Keuchik digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan;
(4)
Dalam rangka pembahasan terhadap Rancangan Peraturan Mukim
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Tuha Peuet mengadakan sidang/musyawarah
yang harus dihadiri oleh paling sedikit 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota;
(5)
Putusan dalam sidang/musyawarah sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) diambil dengan persetujuan paling sedikit 50 % (lima puluh per seratus)
ditambah 1 (satu) suara dari anggota yang hadir;
(6)
Peraturan Mukim yang telah disetujui bersama
ditandatangani oleh Imeum Mukim dan ditandangani serta (contra sign) oleh Ketua Tuha Peuet Mukim;
(7)
Peraturan Mukim sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) harus
disampaikan kepada Camat paling lama
dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak disetujui bersama antara Keuchik dan
Tuha Peuet Mukim;
(8)
Camat harus sudah mengesahkan Peraturan Mukim sebagaimana
dimaksud dalam ayat (6) dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterima;
(9)
Apabila dalam batas waktu 30 (tiga puluh) hari
sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) belum mendapat pengesahan, maka Peraturan Mukim
tersebut dinyatakan berlaku demi hukum;
(10)
Pengundangan untuk syarat formal mengikatnya Peraturan
Mukim yang telah disetujui bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dan
disahkan oleh Camat sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) dilaksanakan melalui
Lembaran Mukim oleh Sekretaris Mukim;
(11)
Sekretaris Mukim wajib menyebarluaskan Peraturan Mukim
kepada masyarakat seluas-luasnya melalui media informasi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 51
(1)
Pengaturan lebih lanjut mengenai Peraturan Mukim diatur
melalui Peraturan Bupati berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(2)
Peraturan Bupati sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
memuat materi antara lain:
a.
Bentuk Peraturan Mukim;
b.
Materi muatan Peraturan Mukim;
c.
Mekanisme dan tata cara mempersiapkan Rancangan Peraturan
Mukim;
d.
Mekanisme dan tata cara pembahasan Rancangan Peraturan Mukim;
e.
Pengaturan lebih lanjut apabila jumlah anggota Tuha Peuet
Mukim yang hadir tidak mencapai sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga);
f.
Ketentuan sanksi terhadap pelanggaran Peraturan Mukim;
g.
Tata cara penyebarluasan Peraturan Mukim oleh Sekretaris Mukim.
Pasal 52
(1)